Jakarta, CNN Indonesia — Sekjen Kemendikbud Didik Suhardi mengingatkan para pengajar Taman Kanak-Kanak (TK) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) untuk mengajarkan baca, tulis, hitung (calistung). Dihimpun dari berbagai sumber, dia berpendapat anak-anak TK dan PAUD cukup belajar bermain, bersosialisasi sehingga siap masuk SD.

Mengamini apa yang dikatakan Didik, psikolog pendidikan Weny Savitri Sembiring menuturkan masa PAUD dan TK merupakan masa pengenalan. Jadi, kata dia, bukan calistung tetapi pramembaca, pramenulis dan pramenghitung.

“Kita latih mereka aktivitas yang bikin mereka siap baca, tulis, dan hitung. Dengan aktivitas itu mereka bisa sendiri, tanpa perlu dipaksa untuk menghafal,” kata Weny saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (11/3).

Bermain jadi metode paling cocok untuk mengajak anak belajar. Namun yang perlu ditekankan di sini bukan konsep ‘belajar’ yang selama ini tertanam di benak masyarakat yakni belajar angka dan lekat dengan pekerjaan rumah alias PR.

Weny memberikan contoh untuk pramembaca dengan pengenalan bentuk. Bagaimana caranya?

“Misalnya dengan guru memegang buku, ini bentuknya apa ya? Lalu guru mengajak anak untuk melihat benda lain yang bentuknya sama seperti ini (misalnya) meja karena sama-sama persegi panjang. Anak diajak untuk membedakan kanan dan kiri. Ini berguna untuk membedakan huruf b dengan d, yang satu (perutnya) ke kanan dan satunya ke kiri,”papar dia.

Pra menghitung pun bisa jadi menyenangkan dengan bermain misalnya dengan tebak-tebakan mana tumpukan donat yang lebih banyak. Anak pun akan menaksir, kata Weny, kemudian dari sini anak tahu tentang penjumlahan. Permainan lain pun bisa diterapkan sehingga anak mulai mengenal letak, urutan sehingga memudahkan dia saat masuk tahap belajar angka dan huruf.

Dengan bermain, anak akan terlebih dahulu tahu makna. Menurut Weny, saat anak diajari membaca terlalu dini, mereka belum memahami konsep misal perbedaan segitiga dan persegi panjang yang bermuara pada hafalan semata.

“Mereka bisa baca tapi enggak paham apa yang dibaca. Hafal kalau 2+2=4 tapi konsep dasar enggak mengerti. Untuk angka lebih besar padahal ada puluhan, satuan. Anak bisa kesulitan saat makin tinggi kompleksitas (bahan pelajarannya),” imbuh Weny.

PAUD-TK lengkapi kebutuhan bermain anak

Setiap orang tua menginginkan yang terbaik untuk anak. Namun ketika TK anak belum bisa membaca karena TK memang belum mengajarkan bukan berarti anak gagal. Weny berkata orang tua perlu diedukasi bahwa masa PAUD dan TK jadi masa anak perlu bermain sebanyak mungkin.

Jika kebutuhan anak tak terpenuhi secara komplet, maka akan ada imbas psikologis. “Anak bisa jenuh di masa SD akhir hingga SMP akhir,” imbuhnya.

Sebenarnya, aktivitas bermain pun masih dilakukan hingga usia dewasa. Hanya saja permainan tentu berbeda dengan anak SD atau SMP. Bermain, kata Weny, sebenarnya paling penting di usia dini. Untuk usia dini sebagian besar waktu harus dihabiskan dengan bermain sambil belajar.

“SD pun guru musti pandai-pandai mengolah materi sehingga bisa menyenangkan dan anak tetap bermain,” ujarnya.

Sementara itu, saat sekolah mengusahakan pengajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan anak, orang tua tetap diharapkan proaktif. Sekolah pun bisa mengajak orang tua untuk lebih proaktif dengan program parenting.

Menurut Weny, belajar dan bermain tak berhenti di sekolah saja. Orang tua diajak untuk tetap memberikan stimulasi tetapi bukan calistung. Lewat program parenting, orang tua diberikan bekal mengenai apa saja stimulasi yang tepat sesuai usia.

“Paling enak antara TK dan SD satu yayasan. Komunikasi lebih enak sehingga bisa diprogram target baca di SD. Namun Tk tetap diperkenalkan (lewat pramembaca),” kata dia. (els/chs)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *